Senin, 19 Desember 2011

Perwakilan Tim ITB-Sat Mendapat Empat Penghargaan ISCOS 2011



Hari Sabtu, 17 Desember 2011, perwakilan tim ITB-Sat yang terdiri dari Amrullah Abdul Qadir, Hagorly Mohamad, dan Satriya Utama dari Program Studi Aeronotika dan Astronotika, Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara (FTMD ITB) dan Bagus Adiwiluhung Riwanto, Ichsan Mulia Permata, dan Syarif Rousyan Fikri dari Program Studi Teknik Elektro, Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI ITB) telah mengikuti acara “Indonesian Students Conference on Satellite” (ISCoS 2011) di ITS, Surabaya. Alhamdulillah berhasil mendapatkan empat penghargaan dari total delapan penghargaan yang diberikan. Dua penghargaan tersebut yaitu “Best Presentation” diraih oleh Bagus Adiwiluhung Riwanto dan Ichsan Mulia Permata, sedangkan dua penghargaan lainnya yaitu “Best Paper” diraih oleh Amrullah Abdul Qadir dan Hagorly Mohamad.

Acara ISCoS 2011 tersebut bertujuan untuk sharing ilmu dan pengalaman dengan cara mengirim paper dan kemudian mempresentasikannya. Jumlah paper yang dipresentasikan yaitu sebanyak 44 paper yang berasal dari berbagai universitas di Indonesia.

Mudah-mudahan dengan diperolehnya penghargaan tersebut semakin mengharumkan almamater diajang konferensi dan kompetisi nasional, serta memberikan trigger semangat untuk terus berkarya khususnya mengenai perancangan, hingga pengoperasian satelit di Indonesia.

VIVA SATELIT ITB !

Website terkait :

Kamis, 08 Desember 2011

Simulator Sistem Dinamika Wahana Antariksa



Subsistem ADCS (Attitude Determination and Control System) merupakan salah satu subsistem yang sangat penting bagi keberlangsungan misi wahana antariksa. Dengan adanya ADCS maka sikap dan orientasi wahana antariksa dapat dikontrol sesuai yang diinginkan.

Sebelum dapat mengontrol sikap suatu wahana antariksa tahap pertama yang harus dilakukan ialah mengindra dinamika dan posisi wahana antariksa kemudian melakukan proses determination. Sehingga pemahaman mengenai dinamika rotasi wahana antariksa sangatlah diperlukan.

Dengan membuat perangkat keras simulator sistem dinamika wahana antariksa diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai dinamika rotasi benda kaku, dan dalam aplikasi ini wahana antariksa.

Selain itu perangkat lunak simulasi berfungsi sebagai alat bantu desain awal simulator sekaligus dapat mengkaji dan merepresentasikan dinamika rotasi suatu wahana antariksa.

VIDEO UJI SIMULATOR : 


Rabu, 01 Juni 2011

Desain Struktur ITB-SAT

  1. Fungsi
Struktur staelit adalah salah satu komponen yang vital untuk menunjang misi yang dilakukan. Struktur satelit berfungsi untuk melindungi system-system yang bekerja didalamnya dari ganguan luar seperti tabrakan dari benda-benda langit. Selain itu struktur juga dapat bermanfaat untuk membantu mengalirkan panas dari suatu tempat di satelit ke tempat yang lain agar panas tidak terpusat pada suatu tempat saja.

Struktur akan di desain untuk menahan beban-beban yang mungkin terjadi selama misi berlangsung. Beban-beban yang mungkin terjadi adalah beban impact, beban tarik, beban tekan, beban torsi dan beban thermal.

  1. Konsep
Struktur akan didesain dengan konfigurasi seperti berikut:
1.      Dimensi struktur adalah persegi panjang dengan ukuran 15 cm x 15 cm x 20 cm
2.      Pada desain awal, struktur akan didesain dengan menggunakan material Al 6061
3.      Pada desain awal, ketebalan struktur adalah 5 mm.
4.      Pada pengembangan selanjutnya akan dilakukan percobaan dengan mengganti material struktur menjadi komposit dengan ceramic fiber.


Material Al 6061 T6 banyak dipakai untuk digunakan dalam struktur satelit. Material ini mempunyai modulus elastisitas sebesar 68,9 GPa, dengan Yield strength sebesar 276 MPa. Shear modulus Al 6061 T6 adalah 26 GPa dan Shear strength Al 6061 T6 adalah 207MPa.


  1. Desain Awal Struktur ITB SAT X
Piranti lunak CATIA banyak digunakan dalam proses desain ITB SAT. Dengan menggunakan piranti lunak tersebut, gambar tiga dimensi satelit dapat dibuat. Selain itu, gambar yang dibuat dapat digunakan untuk dijadikan acuan dalam proses analisis struktur satelit.


Gambar diatas memberikan informasi bahwa payload yang berada didalam struktur satelit masih diasumsikan berbentuk balok dengan berat dan massa jenis yang disesuaikan dengan payload tersebut. Dari gambar tersebut juga didapat informasi bahwa payload diasumsikan berjumlah 4 buah dengan ukurannya masing-masing.

Setelah gambar 3 dimensi satelit dibuat, gambar tersebut akan digunakan dalam proses analisis kekuatan struktur. Piranti yang digunakan saat ini adalah PATRAN. Piranti lunak ini digunakan karena dapat dipakai untuk melakukan analisis dengan berbagai macam modus pembebanan. Dalam proses analisis ini, struktur dikatakan kuat apabila beban yang terjadi tidak melebihi batas ketahanan strukturnya, dalam hal ini dilihat dari yield strength dan frekuensi naturalnya (pada modus pembebanan getaran).

Dalam modus pembebanan getaran, dicari kondisi satelit yang paling ekstrim, yaitu saat struktur bergetar tidak hanya pada satu arah pembebanan. Dari proses analisis dengan modus getar, didapat hasil seperti gambar berikut.


Gambar hasil pembebanan getaran modus I, didapat informasi bahwa frekuensi natural struktur adalah 1773,8 Hz dengan beban maksimum yang terjadi adalah 2,15 Mpa.


Modus getar II menghasilkan frekuensi natural struktur sebesar 2106,8 Hz dan beban maksimum yang terjadi adalah 1,35 Mpa.


Modus getar III menghasilkan frekuensi natural struktur sebesar 830,27 Hz dan tegangan maksimum yang terjadi adalah 3,03 Mpa.

Selanjutnya dilakukan perbandingan hasil analisis dengan kekuatan struktur. Hal yang dibandingkan adalah besar tegangan yang terjadi dengan yield strength material.


Dari hasil perbandingan, diketahui bahwa tegangan belum melewati yield strength. Namun masih ada beberapa hal yang janggal, seperti frekuensi natural struktur yang besar (dapat mencapai 2106 Hz) namun beban yang dialami struktur sangat kecil (jauh dibawah yield strength). Hal ini menandakan bahwa ada proses analisis yang mungkin saja salah dilakukan sehingga perlu dilakukan ulang. Selain itu belum dilakukan uji konvergensi agar dapat diketahui hasil pasti dari analisis.

Selain analisis kekuatan struktur dengan modus pembebanan getar, analisis kekuatan struktur dengan modus pembebanan thermal juga akan dilakukan, namun karena masih dalam proses belajar, maka belum dapat menghasilkan besar tegangan yang terjadi. Dalam analisis struktur dengan modus pembebanan thermal, piranti lunak yang digunakan adalah ABACUS. Piranti lunak ini digunakan karena lebih user friendly dan lebih mudah digunakan dibandingkan PATRAN. Selain itu analisis struktur dengan pembebanan thermal sangat sulit dilakukan pada piranti lunak PATRAN.



by: Ibnu Rusydi

Senin, 23 Mei 2011

Training Micro Controller 2011 untuk Mahasiswa PN/AE

Setelah kosong sekian tahun (?) akhirnya training micro controller untuk mahasiswa prodi Aeronotika Astronotika berhasil diselenggarakan lagi pada tahun 2011 ini. Harapan dari training ini adalah agar mahasiswa/alumni teknik penerbangan mempunyai latar belakang H/W yang cukup untuk dapat beradaptasi dalam tantangan ke depan, baik dalam lomba-lomba tingkat universitas maupun setelah lulus dari ITB.

Training tahun ini merupakan kerjasama ITB-SAT dengan Himpunan Mahasiswa Elektro (HME) ITB. Jadi trainernya adalah mahasiswa STEI dengan peserta sebanyak 11 mahasiswa PN/AE dari berbagai angkatan (2006-2009). Peserta training uC ini mendapatkan kit mikro kontroler senilai @Rp. 450.000,- an secara gratis, sehingga diharapkan bisa melanjutkan sendiri proses pembelajarannya secara mandiri setelah training selesai. Untuk tahun depan direncanakan peserta dapat lebih banyak (20 orang) dengan peserta ikut kontribusi separuh nilai kit mikro kontroler.



Rabu, 04 Mei 2011

Mahasiswa Aktivis ITB-SAT Juara 1 AGI 2011 University Grant Competition


Tim Garuda Boys ITB berhasil menyisihkan peserta dari berbagai negara dalam kompetisi penggunaan dan pengembangan software Systems Tool Kit (STK). Raih juara pertama untuk kategori STK Engine (development) dalam kompetisi yang diselenggarakan oleh Analytical Graphics, Inc., tim Garuda Boys mampu menghasilkan simulator yang mempermudah operator dalam menggunakan software STK ini.

Dengan dimotori oleh Hagorly Mohamad dan Satriya Utama dari Program Studi Aeronotika dan Astronotika ITB, serta Sibghatullah Mujaddid dan Ismail Sunni dari Program Studi Teknik Informatika ITB, tim Garuda Boys mengembangkan simulator Operasi Lapan Tubsat berbasis software STK dalam AGI University Grant Competition. Selama enam bulan dimulai pada Senin (01/11/10) hingga  Rabu (04/05/11), kompetisi ini mengajak mahasiswa untuk menghasilkan suatu simulator agar mampu memecahkan berbagai macam masalah di darat, laut, udara, dan ruang angkasa serta pengembangan softwarenya.

Hagorly menuturkan, "Terdapat tiga kategori yang dilombakan yaitu STK Expert (Land/Sea/Air), STK Expert (Space),dan STK Engine (Development)". Tim Garuda Boys ITB memilih STK Engine dengan mengangkat tema mengenai satelit LAPAN-TUBSAT  yang merupakan satelit pertama murni buatan Indonesia. "Sehingga dengan menggunakan software tersebut kami membuat dan mengembangkan simulator stasiun bumi untuk mengendalikan satelit tersebut (red. LAPAN-TUBSAT )," papar Hagorly. 

Percepat Proses Belajar Operator Satelit 

"Simulator ini pada akhirnya bisa mempercepat proses belajar bagi operator baru LAPAN-TUBSTAT," jelas Satriya. Penggunaan kemera resolusi rendah karena star sensor yang telah rusak menjadi salah satu hambatan untuk mengetahui sikap satelit. Hagorly menambahkan, "Saat ini dibutuhkan waktu sekitar satu tahun untuk membuat operator cukup trampil sehingga bisa efektif memanfaatkan waktu sekitar 10 menit ketika satelit melintas untuk mengambil gambar yang diharapkan." Waktu belajar menjadi lama karena satelit hanya melintas tiga hingga empat kali dalam sehari dengan durasi rata-rata sepuluh menit.

Di bawah bimbingan Dr. Ridanto Eko Poetro dan Dr. Rianto Adhy Sasongko, tim Garuda Boys ITB berhasil meraih prestasi gemilang dan membanggakan. Dalam kompetisi ini ITB membuktikan mampu bersaing di kancah internasional dengan hasil kompetisi: juara pertama kategori STK Expert (Land/Sea/Air) diraih Tim Michael Bociaga dari Purdue University, Amerika Serikat, dan juara pertama kategori STK Expert (Space) diboyong Tim Martin Löscher dari Institute for Aerospace Engineering Technical University of Dresden, Jerman.

Juara pertama untuk kategori STK Expert (Land/Sea/Air) berhasil diraih Tim Michael Bociaga dari Purdue University (Amerika Serikat), Juara pertama untuk kategori STK Expert (Space) berhasil diraih Tim Martin Löscher dari DLR Bremen Institute of Space Systems (Jerman), dan Juara pertama untuk kategori STK Engine (Development) berhasil diraih Tim Garuda Boys dari Institut Teknologi Bandung. Dengan honorable mention (juara harapan) dari Virginia Tech (Amerika Serikat) dan Metropolitan State College of Denver (Amerika Serikat). 

STK Expert: Land/Sea/Air
First place ($1,000 grant): Michael Bociaga of Purdue University, USA

STK Expert: Space
First place ($1,000 grant): Martin Löscher of DLR Bremen Institute of Space Systems, Germany

STK Engine
First place ($1,000 grant): Team Garuda Boys of Bandung Institute of Technology, Indonesia lead by captain Hagorly Mohamad

lebih lengkapnya silakan lihat di link berikut:

http://www.agi.com/resources/academic-resources/for-students/university-grant-competition/default.aspx

Selasa, 26 April 2011

Konsep Awal EPS untuk ITB-Sat

Sistem EPS yang akan dibangun terdiri atas :

1. Sensor Arus untuk solar cell :
Sensor arus solar cell berguna untuk mengetahui kondisi solar cell yang terpasang pada badan satellite. Alasan digunakannya sensor ini adalah mengetahui kualitas solar cell yang terpasang yakni apakah masih dalam keadaan prima atau menuju pada kerusakan permanen mengingat peralatan satellite yang telah terpasang tidak bisa diperbaiki setelah diluncurkan.

2. Sensor Voltage
Sensor tegangan atau Voltage sensor berguna untuk memastikan hasil konversi tegangan dari catu daya (soalar cell) sebesar yang telah dirancang. Bila hasil konversi tidak sesuai maka suplai energy ke sistem lainnya akan merusak kinerja sistem lain tersebut atau lebih parahnya akan merusak batre.

3. ADC (analog to digital converter)
Alat ini berfungsi merubah sinyal sensing analog menjadi sinyal digital. Sinyal yang dirubah menjadi digital mempunyai ketahanan pada proses transmisi data dari sensing elemen kepada oprator yang mengawasi di bumi.

4. 3.3 V Converter dan Input filter
Modul ini merupakan modul elektronik yang berfungsi merubah tegangan input dari solar cell dan sistem batre menjadi tegangan sebesar 3.3 volt. Tujuan dibuat modul ini adalah untuk mensuplai unit sistem ITB-SAT yang memerlukan 3.3 Volt untuk berfungsi secara maksimal.

5. 5 V Converter dan Input filter
Modul ini merupakan modul elektronik yang berfungsi merubah tegangan input dari solar cell dan sistem batre menjadi tegangan sebesar 5 Volt. Tujuan dibuat modul iniadalah untuk mensuplai unit sistem ITB-SAT yang memerlukan 5 Volt untuk berfungsi secara maksimal.

6. 7.2 V Converter dan Input filter
Modul ini merupakan modul elektronik yang berfungsi merubah tegangan input dari solar cell dan sistem batre menjadi tegangan sebesar 7.2 volt. Tujuan dibuat modul ini adalah untuk mensuplai unit sistem ITB-SAT yang memerlukan 7.2 Volt untuk berfungsi secara maksimal.

7. 3.3 V Protection
Modul ini berfungsi sebagai proteksi dari subsistem yang memiliki kebutuhan voltage sebesar 3.3 V agar tidak terjadi over voltage yang dihasilkan converter. Over voltage terjadi karena hasil pembangkitan energy yang dilakukan solar cell tidak uniform dikarenakan bentuk dan penempatan solar cell di badan satellite.

8. Shunt Regulator
Shunt regulator merupakan modul yang berfungsi untuk menjadi pengaman rangkaian EPS agar tidak terjadi overcharge secara keseluruhan. Shunt regulator merubah energy listrik yang berlebihan ketika batre terisi penuh dan keperluan energy rendah menjadi panas sehingga rangkaian EPS akan aman dari fail (kegagalan).

Cara Kerja Sistem
Solar cell dan sensor kondisi solar cell
Rangkaian solar cell memiliki modul pengaman agar arus tidak berbalik ke solar cell bila voltage batre lebih tinggi dari voltage yang dihasilkan dari solar cell. Pengaman ini menggunakan Dioda agar arus tidak berbalik menuju solar cell. Selain itu ada rangkaian sensing kondisi solar cell yang menghasilkan data arus dan voltage dari solar cell yang dihasilkan dan menjadi representasi kesehatan solar cell. Data yang dihasilkan modul sensing ini selanjutnya dikirimkan ke ADC.

Voltage Converter

Voltage converter bekerja ketika energi yang dihasilkan solar cell mulai masuk ke rangkaian utama. Sebelum digunakan, energy yang dihasilkan dikonversi besaran voltage-nya menjadi voltage yang diperlukan oleh unit sistem lainnya untuk beroprasi secara baik. Converter voltage dibagi menjadi beberapa converter sesuai dengan kebutuhan unit sistem untuk beroprasi secara baik.

Shunt Regulator (dissipation system)
Shunt regulator berfungsi setelah ada kelebihan daya yang dihasilkan oleh solar cell. Pada saat daya berlebih IC regulator shunt akan mengalirkan daya ke transistor agar menghasilkan heat untuk mengurangi daya listrik yang dihasilkan.

Analog to digital converter


ADC berfungsi pada saat input data analog dihasilkan. Input analog ini dihasilkan dari sistem sensing pada modul EPS secara umum. Input analog ini selanjutnya diubah menjadi data digital oleh ADC ini. Seacara umum input analog akan diambil sample pada saat tertentu untuk diubah menjadi data digital

Sensing Element


by: Ridwan Aldilah

Pemantauan EPS dan Konsep Redundancy

EPS dependent device Sensing (pengukuran kinerja EPS) with OBC and send by Telecomunication system

Sistem EPS harus memiliki sensing sistem agar kesehatan sistem EPS terus terpantau oleh oprator ITB-SAT. Sistem pemantauan kesehatan ini harus berdiri sendiri dan terhubung oleh sistem komputer utama dan dapat dikirim kemabali melewati sistem telekomunikasi sehingga dapat diakses oleh oprator di ground station (stasiun bumi). Berikut ini adalah sistem umum dari pemantauan kesehatan sistem EPS :


Diagram Pengolahan data yang diteruskan ke stasiun bumi.

Redundant system concept (sistem cadangan)



by: Ridwan Aldilah

Pemilihan Sistem EPS

Konsep Sistem EPS

Autonomus (independent System)
EPS merupakan sistem yang berdiri sendiri dan tidak bergantung kepada unit sistem lainnya namun semua unit sistem bergantung kepada sistem EPS yang secara khususnya EPS menghasilkan daya agar semua unit sistem lainnya dapat berfungsi dengan baik. Dengan alasan tersebut fungsi sistem EPS menjadi sangat krusial dan harus di desain agar menjadi sistem yang sangat tangguh (reliable). Ada syarat yang harus dipenuhi agar EPS menjadi sebuah sistem yang reliable yakni sistem EPS tidak bergantung kepada sistem lainnya (independent) dengan alasan bila ada fail (kegagalan) pada sistem lainnya maka sistem EPS dipastikan tidak terganggu oleh kegagalan tersebut. Ada dua jenis sistem yang dapat diaplikasikan di sistem pembangkitan listrik untuk ITB-SAT  yakni

-          Digital control system dengan menggunakan MPPT digital controller (mikro controller)
Sistem EPS terdiri atas 3 komponen dasar yaitu Catu daya (solar cell ataupun Batre), Charger sistem untuk batre dan Regulator Converter. Ketiga elemen tadi dapat dibuat menjadi lebih effisien dengan menggunakan sistem digital controller. Umunya orang mengenal sistem ini sebagai MPPT (maximum point power tracking) dengan tujuan utama menghasilkan energy maksismum pada kondisi apapun. Sistem dengan menggunakan MPPT digital controller memungkinkan sistem EPS dapat di atur dan diawasi produksi energy tiap satuan waktunya dengan menggunakan mikrokontroller. Berikut ini adalah skema gambar dari sistem dengan menggunakan controller digital (MPPT) :


-          Analog system dengan menggunakan kombinasi komponen eklektrik untuk pengontrollan pembangkitan listrik
Opsi konfigurasi sistem EPS yang kedua adalah dengan menggunakan EPS yang tidak memiliki sistem control digital (MPPT). Dengan demikian sistem jenis ini adalah sistem analog yang menggunakan logika komponen listrik untuk menghasilkan pola pengontrolan yang diperlukan oleh sistem EPS. Perbedaan yang ada pada sistem berjenis ini dibandingkan dengan sistem EPS digital adalah sistem EPS analog tidak memiliki kemampuan menabah efisiensi dari sistem EPS karena tidak memiliki fungsi MPPT. Denan demikian loses (kehilanagan) daya apda saat beroprasi lebih tinggi dibandingkan dengan sistem berbasis digital. Namun kelebihan dari sistem EPS analog ini adalah memiliki ketanguhan yang tinggi karena tidak dibebankan oleh pengontrol (microcontroller) yang rentan mengalami kerusakan atau perubahan perintah logika pada kondisi yang kurang bersahabat (lingkungan luar angkasa)/ hostile environment. Berikut ini adalah skema dari EPS analog :


Analog System prevent losses and value beside Digital control system
Pemilihan sistem EPS yang akan digunakan untuk keperluan pembangkitan listrik di lingkungan luar angkasa harus memperhatikan hal berikut :
1. Reliable (ketangguhan sistem untuk di lingkungan luar angkasa)
2. Pembangkitan elektrik Effisien
3. Sistem independent
4. Tidak rentan terhadap kegagalan sistem (robust)
5. Memiliki ukuran yang kompak.

Pada penelitian, sistem yang menggunakan digital controller memiliki kemampuan MPPT namun bila dibandingkan dengan efisiensi yang dilakukan MPPT tersebut tidak sebanding dengan massa dan volume device MPPT yang terpasang. Dengan syarat yang diperlukan yaitu bentuk ukuran dan massa yang kecil maka MPPT tidak disarankan diaplikasikan pada sistem EPS untuk ITB-sat. Pada sistem yang menggunakan MPPT, EPS hanya akan meningkatkan efisiensi 5% pada saat energy yang dihasilkan tidak 100%. Namun pada sistem EPS pada saat energy terproduksi 100% sistem yang menggunakan MPPT tidak akan mampu menghasilkan energy secara penuh. Kesimpulannya adalah sistem yang paling mungkin diaplikasikan untuk sistem energy ITB-sat adalah sistem EPS analog.


by: Ridwan Aldilah

Metoda Pengujian ADCS

Pengujian magnetorquer yang dirakit bisa menggunakan beberapa metode:
  • Air bearing (1 – 3 axis) 
  • Helmholtz coil (1 – 3 axis) 
  • Pengujian di air (3 axis) 

Pengujian berbasis air bearing sudah banyak digunakan. Metode ini memberikan hasil simulasi kontrol paling realistis untuk dibandingkan dengan keadaan luar angkasa yang sebenarnya. utamanya adalah fabrikasi air bearing yang membutuhkan cost sangat besar.

Pengujian dengan helmholtz coil biasanya hanya menyimulasikan putaran di 1 axis menggunakan kawat/tali untuk menggantung magnetorquer. Jika magnetorquer ditaruh di dalam gimbal 3-axis maka pengujian bisa dilakukan untuk putaran di 3 axis. Pengujian ini memberikan data spesifikasi kumparan magnetorquer yang diuji.

Pengujian di air merupakan alternatif low-cost untuk pengujian di 3 axis. Karena mock-up satelit dites di dalam air, maka kekurangannya adalah hambatan dari fluida akan banyak mempengaruhi karakter controllability satelit. Tapi untuk menguji algoritma kontrol cara ini bisa digunakan.

Untuk tahap awal akan dicoba pengujian di air.

by: Bagus Adiwiluhung

Konsep Awal ADCS

Persyaratan
Kebutuhan pointing satelit di 3 axis (payload kamera optik).
Dimensi yang cukup kecil untuk ukuran satelit.
Konsumsi daya rendah.
Keperluan redundant system dengan beberapa alternatif metode redundancy.

Mode Operasi 

Automatic Attitude Control
  • Memberikan kemampuan untuk mengambil gambar dengan payload kamera di berbagai titik pada orbit. 
  • Karena kontrol dilakukan menggunakan informasi attitude dari sensor, untuk beberapa konfigurasi sensor-aktuator (contohnya mangetometer-magnetorquer) diperlukan strategi khusus dalam mengontrol attitude satelit. 

Manual Attitude Control
  • Memberikan kemampuan kontrol secara real-time. 
  • Sensor attitude bisa didapat dari kamera optik karena lebih intuitif untuk operator. 
  • Hanya bisa dilakukan saat satelit masuk dalam jangkauan sinyal dari ground station kontrol.

Sensor
Secara umum sensor attitude terbagi menjadi dua: inersial dan referensial. Sensor referensial membaca attitude melalui vektor satelit terhadap objek perbandingan (reference), seperti bumi, matahari, rasi bintang, atau arah medan magnet. Contoh sensor pada tabel sebelumnya merupakan sensor referensial. Sensor inersial membaca kecepatan sudut yang dialami satelit dalam koordinat inersialnya.

Kedua jenis sensor biasa digunakan sekaligus untuk menambah akurasi dan menghasilkan data yang reliable. Dalam aplikasi di ITB-SAT, sensor yang digunakan adalah magnetometer (menjadi keharusan jika aktuator menggunakan magnetorquer), sun sensor, dan gyroscope. Berikut alternatif dari tiap jenis sensornya:

Magnetometer

HMC5843 dari Honeywell
Type: Triaxial digital magnetometer
Range: ±4 [G]
Accuracy: 7 [mG]
Interface: I2C
Power consumption: 3 [mW] @ 3.3 [V]
Sampling frequency: 10 – 116 [Hz]
Operating temp.: -30 to 85 [◦C]
Programmable offset (hard iron calibration)
Internal set/reset for Degaussing
Self-test function

Sun Sensor (alternatif)

Solar panel sebagai sun sensor
Data tegangan tiap sel harus terintegrasi ke sistem pembacaan telemetri
Photodiode

Gyroscope

ITG3200 dari InvenSense
Type: Triaxial digital gyroscope
Range: ±2000 [◦/s] ~ 5.5 [rps]
Sensitivity: 14.375 [LSB/(◦/s)]
Interface: I2C
Power consumption: 21,5 [mW] @ 3,3 [V]
Operating temp.: -40 to 85 [◦C]
Digitally programmable low pass filter

Aktuator

Magnetorquer
Kebutuhan pointing satelit secara aktif di 3 axis mengharuskan ITB-SAT memiliki minimal satu aktuator aktif. Magnetorquer dijadikan pilihan karena kesederhanaan fabrikasinya.
Prinsip dasar kerja magnetorquer sebagai kontrol attitude digambarkan sbb:
        
Dimana bumi berlaku sebagai magnet raksasa dengan kutub magnetik selatannya berada di kutub utara, dan satelit sebagai magnet kecil yang akan selalu berusaha menghadapkan kutub utara magnetorquernya ke arah kutub utara (atau kutub selatan magnet bumi). Ini juga yang membatasi kontrol attitude satelit sepenuhnya di 3 axis.
Desain magnetorquer menggunakan MATLAB menghasilkan spesifikasi magnetorquer sbb:

Torsi: 4,1689 [uNm]
Coil current: 44,3 [mA]
Coil power:  266 [mW]
Coil mass: 46,7 [gr]

by: Bagus Adiwiluhung